Langsung ke konten utama

Peralatan Pencampur Beton

Berikut ini adalah peralatan yang digunakan untuk mencampur beton (concrete batching and mixing).
concrete mixer
Concrete Mixer

Concrete Mixer (Pencampur Beton)

  • Alat ini prinsipnya terdiri atas beberapa buah silinder tegak yang dapat berputar terhadap poros memanjangnya, atau ada yang berporos miring.
  • Poros ini dapat diatur sedemikian rupa untuk memudahkan pemasukkan agregat dan pengeluaran beton yang sudah dicampur.
  • Di dalam silinder ini terdapat sejumlah dayung (paddle) yang akan mengaduk campuran agregat bila silinder tersebut berputar, akibat proses ini campuran beton menjadi merata dan dapat menghasilkan beton yang baik.
  • Kemudian air dimasukkan ke dalam silinder setelah agregat tercampur sempurna.
  • Volume campuran beton ditentukan oleh banyaknya silinder, yang biasanya memiliki kapasitas nominal 1/3 atau 1/4 volume silinder, dimana ruang sisanya diperlukan untuk proses pencampuran.
  • Perhitungan kapasitas produksi dari alat mixer ini dapat dihitung dengan rumus:
Qm =   60 (V) K
27 (c + m)

Dimana :
Qm = produksi beton (cuyd/jam)
V = volume silinder (cuft)
K = Jumlah standar volume yang diijinkan 1,1 - 1,2
c = waktu min pengisian dan pengeluaran (mt)
m = waktu mencampur (menit)

1 m = 35,31 cuft = 1,3079 cuyd.

Batching Plant
Batching Plant

Batcher Equipment (peralatan penakar)

  • Konstruksi batcher berupa sebuah container yang berfungsi untuk menampung dan mengukur material beton sebelum dituangkan ke dalam mixer.
  • Kapasitas batcher minimal tiga kali lebih besar dari mixer (setiap 3 kali beroperasinya mixer, batcher cukup diisi satu kali).
  • Material dari batcher yang akan masuk ke dalam mixer melewati pintu yang dapat diukur secara manual, listrik atau kompressor.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Efek Samping Pekerjaan Dewatering

Pekerjaan dewatering tidak sepenuhnya berjalan mulus tanpa akibat-akibat samping terhadap kondisi lingkungan sekitarnya. Dewatering kadang-kadang mengakibatkan settlement pada tanah sekitar, bahkan terkadang disertai dengan kerusakan struktur bangunan yang ada. Dalam praktek, hal ini jarang terjadi, tetapi hal ini berpotensi menimbulkan klaim dari pihak lain yang merasa dirugikan. Dewatering dapat menyebabkan settlement karena: Tersedotnya partikel halus dari tanah oleh pompa yang digunakan (wellpoint atau well). Metode Open pumping yang kurang sesuai, sehingga terjadi proses boiling dan piping. Terjadi konsolidasi silt, clay atau loose sand akibat naiknya effective stress. Untuk kasus nomor.1 dan nomor 2 masih bisa untuk di kontrol dengan suatu metode yang layak, tetapi yang terakhir dapat saja terjadi pada metode yang layak sekalipun. Dampak lain dari pekerjaan dewatering , selain dari yang disebutkan di atas (diluar proyek konstruksi). Adalah sebagai berikut: Dapat menyebabka

Metode Dewatering OPEN PUMPING

Pada metode dewatering ini air tanah dibiarkan mengalir ke dalam lubang galian, kemudian di pompa keluar melalui sumur/ selokan penampung di dasar galian. Gambar Potongan Tampak Atas Metode Open Pumping ini digunakan bila: Karakteristik tanah merupakan tanah padat, bergradasi baik dan berkohesi Jumlah air yang akan dipompa tidak besar (debitnya) Dapat dibuat sumur/ selokan penampung untuk pompa . Galian tidak dalam. Pelaksanaan Metode Open Pumping : Siapkan saluran untuk mengalirkan air tanah yang di pompa , sejak sebelum penggalian dimulai. Penggalian diakukan sampai kedalaman rencana, bila belum sampai pada kedalaman rencana sudah tergenang air yang cukup mengganggu pekerjaan galian, maka penggaliannya dilakukan secara bertahap. Pada setiap tahapan galian dibuat sumur kecil/ selokan tandon air untuk tempat pompa isap . Pada sumur/ selokan tandon air tersebut, dipasang pompa untuk pengeringan ( pompa submersible lebih baik dibanding pompa biasa). Bila kedalaman galian mele