Langsung ke konten utama

Penyederhanaan Cara Perhitungan Struktur Bangunan Tahan Gempa

Dalam kenyataan, peraturan gempa modern makin lama makin kompleks dan makin sukar dimengerti maupun diimplementasikan. Hal ini tentunya tidak lepas dari kompleksnya masalah bangunan tahan gempa dan "misteri" dari peristiwa gempa itu sendiri. Banyak hal dan teori yang telah dapat dipelajari tentang peristiwa gempa, sehingga pengetahuan kita tentang kegempaan telah mengalami banyak kemajuan, nemun ternyata masih banyak pula hal-hal mengenai gempa, termasuk pengaruh gempa terhadap bangunan yang masih belum kita mengerti sepenuhnya. Keinginan kita untuk mengadopsi pengetahuan baru dari setiap peristiwa baru akibat gempa, menjadikan peraturan gempa menjadi semakin kompleks.

Oleh karena itu timbul pemikiran, apakah untuk bangunan gedung yang sederhana dan tidak tinggi, tidak dapat dapat diterapkan peraturan yang lebih sederhana? Kita sadar bahwabukan cara analisis yang canggih saja yang dapat menjamin keandalan bangunan tahan gempa. Justru pendetailan rencana dan pelaksanaannya kurang lebih yang sering menyebabkan kegagalan bangunan tahan gempa. Menyadur ketentuan analitis yang disederhanakan dari peraturan gempa mulai dari ASCE 7-02 dan ASCE 7-05, dicoba mencari solusi yang sama untuk mengadopsi ketentuan tersebut di Indonesia. Cara analitis bangunan tahan gempa yang sederhana mungkin saja sedikit menyebabkan biaya konstruksi relatif lebih mahal. Namun keuntungan kecepatan perencanaan dan lebih fokusnya perenca pada rencana pendetailan dan pelaksanaan, dapat memberikan manfaat melebihi tambahan biaya yang harus dikeluarkan.

Agar menjadi sederhana dan mudah, cara perencanaan yang disederhanakan (Commentary Chapter 4, NEHRP 2003) seyogyanya tidak memerlukan perhitungan sebagai berikut:

  1. Penggunaan faktor "redundancy"
  2. Waktu getar alami bangunan (T)
  3. Pengecekan deformasi bangunan.
  4. Perkiraan pengaruh P-
  5. Pengaruh torsi
Untuk memastikan hal-hal tersebut serta mengetahui batas-batas bangunan macam apa yang dapat direncanakan dengan cara yang disederhanakan, maka dicoba menganalisis berbagai kasus struktur bangunan dengan berbagai konfigurasi. Dari studi kasus-kasus tersebut, kiranya dapat secara garis besar ditentukan hal-hal yang dapat diabaikan peninjauannya.

Dalam waktu yang relatif singkat tidak mungkin dikaji seluruh kasus berbagai konfigurasi sistem bangunan gedung rendah. Studi ini merupakan studi permulaan, sehingga masih dibutuhkan studi lebih mendalam agar cara tersebut dapat secara resmi ditentukan dalam peraturan.

Sebagai dasar batasan bangunan, sementara dibatasi bangunan gedung beton bertulang beraturan dengan ketinggian sampai 4 tingkat dan tidak mencakup bangunan gedung konstruksi baja.

Pembatasan tentang hal model yang akan dipakai sebagai peraturan yang disederhanakan adalah model "simplified design" dari ASCE 7-02 / 05, tetapi diterapkan sesuai SNI 1726-2002. Selanjutnya karena ingin diterapkan di Indonesia, maka kerangka peraturan gempa dan peraturan bangunan lain yang terkait dan berlaku di Indonesia tetap diikuti.

oleh: Ratna, Anwar S, SP. Limasalle (staf dosen Universitas Krida Wacana)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Metode Cut Off dengan Secant Piles

Dewatering dengan Metode Cut Off dapat dilakukan dengan menggunakan Secant Piles , yaitu tiang yang saling bepotongan sehingga membentuk dinding yang rapat. Prosesnya sama dengan diaphragm wall , tetapi materialnya menggunakan tiang beton bertulang dan tiang dari semen bentonite , yang dapat diuraikan sebagai berikut : Di titik yang telah ditetapkan, tanah di bor sedalam desain, kemudian di cor semen bentonite . Di sebelahnya, sesuai dengan arah (line) diaphragm wall yang direncanakan, di bor lagi sedalam desain, dengan jarak as lebih kecil dari 2x diameter lubang, kemudian di cor semen bentonite . Begitu seterusnya hingga seluruh line diaphragm wall dicapai. Tiang Bentonite Tepat di tengah-tengah antara tiang- tiang semen bentonite yang telah selesai di cor (setelah 3 hari), dilakukan pengeboran tanah dengan diameter dan kedalaman yang sama. Karena jarak tepi tiang lebih kecil dari diameter, maka selama proses pengeboran tiang-tiang lama akan tergerus. Kemudian dilakukan pe...

Penetapan Agregat dan Kebutuhan Air pada Beton

1. Penetapan Besar Butir Maksimum Agregat pada perencanaan Beton Penetapan besar butir agregat maksimum pada beton normal memiliki 3 pilihan, yaitu 40 mm, 20 mm, atau 10 mm. Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan berikut: Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 3/4 kali jarak bersih antar baja tulangan, atau antar berkas baja tulangan, atau antar tendon pra-tegang, atau selongsong. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak terkecil antara bidang samping cetakan. 2. Perkiraan Kebutuhan Air pada perencanaan Beton Jumlah air yang diperlukan per m3 beton, diperkirakan berdasarkan ukuran maksimum agregat , jenis agregat , dan slump yang diinginkan. (Lihat tabel). Besar Ukuran max. Agregat (mm)    Jenis Agregat    Kebutuhan air per m3 beton (liter)    slump (mm) 0-10 10 - 30 30 - 60 60 - ...